Rabu, 15 Mei 2013

The Principles of Translation - Prinsip Penerjemahan


The Principles of Translation? Wah emang terjemahan harus punya prinsip ya? Ya.. Seperti halnya hidup, dalam dunia terjemahan (translation) juga harus ada prinsip yang harus kita pegang. Nah berikut ini adalah prinsip-prinsip penerjemahan yang diungkapkan oleh Duff (1989: 10-11):
1.    The translation should reflect accurately the meaning of the original text. Nothing should be arbitrarily added or removed, though sometimes part of the meaning can be transposed. The following questions may be very helpful:

Terjemahan harus merefleksikan makna teks aslinya dengan akurat. Tidak boleh ada yang ditambahkan atau dihilangkan dengan seenaknya saja, meski kadang ada bagian makna yang bisa dimodifikasi (ditambahkan atau dihilangkan). Pertanyaan berikut ini mungkin bisa sangat membantu:
 
a.    Is the meaning of the original text clear? If not, where does the uncertainty lie?
 
Apakah makna bahasa aslinya jelas? Jika tidak dimana letak yang tidak jelas itu berada?
 
b.    Are any words loaded, that is, are there any underlying implications?
 
Apakah ada kata tambahan yang dimuat, (kata tambahan) yaitu, apakah ada bagian untuk menjelaskan sesuatu karena tidak adanya padanan?
 
c.    Is the dictionary meaning of a particular word the most suitable one?
 
Apakah makna kata dalam kamus (yang anda gunakan) itu adalah kata yang paling sesuai?
 
d.    Does anything in the translation sound unnatural or forced?
 
Apakah ada hasil dalam terjemahan yang terdengar tidak alami atau dipaksakan? 
2.    The ordering of the words and ideas should match the original as closely as possible. This is particularly important in translating legal documents, guarantees, contracts, etc. However, differences in the language structure often require changes in the form and order of words. When in doubt, underline in the original text the words on which the main stress falls. 
Penyusunan kata dan ide dalam terjemahan harus sesuai dengan teks aslinya sedekat mungkin. hal ini penting dalam menerjemahkan dokumen, surat jaminan, surat kontrak dan lain-lain. Akan tetapi perbedaan-perbedaan dalam struktur bahasa sering membutuhkan perubahan dalam bentuk dan susunan kata. Jika ragu, garis bawahi teks bahasa aslinya dimana letak utama kata yang paling penting itu berada.


3.    Languages often differ greatly in their levels of formality in a given context, for example in the business letter. To resolve these differences, the translator must distinguish between formal and fixed expression, and personal expression in which the writer or speaker sets the tone. It is also necessary to consider: 
Bahasa sering memiliki perbedaan yang sangat besar pada tingkat formalitasnya di dalam konteks yang ada, misalnya surat bisnis. Untuk mengatasinya, penerjemah harus membedakan antara ungkapan formal, ungkapan baku dan ungkapan pribadi yang dipakai oleh penulis bahasa asli ungkapkan. Penting juga mempertimbangkan hal berikut:


a.    Would any expression in the original sound too formal/informal, cold/warm, personal/impersonal, if translated literally? 
Apakah ada ungkapan pada bahasa asli yang terlalu formal/informal, dingin/bersahabat, pribadi/impersonal jika diterjemahkan secara harfiah? 
b.    What is the intention of the speaker or writer? To persuade, to apologize, to criticize? 
Apa maksud penutur atau penulisnya? Untuk membujuk, meminta maaf, atau mengkritik? 
4.    One of the frequent criticisms of translation is that it does not sound ‘natural’. This is because the translator’s thoughts and choice of words are too strongly molded by the original text. A good way to avoid the influence of the source language is to set the text aside and translate a few sentences aloud from memory. This will suggest natural patterns of thought in the first language which may not come to mind when the eye is fixed on the SL text. 
Salah satu kritik terjemahan yang sering muncul yaitu tentang terjemahan yang tidak alami. Hal ini terjadi karena ide dan pemilihan kata seorang penerjemah terlalu terpaku pada bahasa aslinya. Cara yang baik untuk menghindari pengaruh bahasa sumber adalah dengan meletakkan terjemahan disamping teks bahasa aslinya dan lalu baca terjemahan tersebut dengan suara keras. Hal ini akan membantu membentuk pola pikiran alami yang mungkin tidak terpikirkan saat mata terpaku pada teks bahasa sumber. 
5.    It will be better if the translator does not change the style of the original. But if it is needed, for example because the text is full of repetitions or mistakes in writing, the translator may change it. 
Sebaiknya penerjemah tidak mengubah gaya bahasa teks aslinya. Tapi jika memang dibutuhkan, misalkan karena teks bahasa aslinya terdapat banyak pengulangan atau banyaknya tulisan yang salah, penerjemah boleh mengubahnya. 
6.    Idiomatic expressions including similes, metaphors, proverbs, and saying, jargon, slang, and colloquialisms and phrasal verbs are often untranslatable. To solve these problems, there are some hints one can use. They are: 
Ungkapan idiom seperti simile, metaphor, pribahasa, tutur, jargon, slang, koloqiual dan frase kata kerja seringkali tidak bisa diterjemahkan. Untuk mengatasinya, ada beberapa petunjuk yang bisa diterapkan, antara lain: 
a.    Keep the original word in inverted commas, for example: “yuppie” 
Biarkan kata aslinya dengan memberikan tanda petik, contoh: “yuppie” 
b.    Keep the original expression, with a literal explanation in the bracket. 
Biarkan ungkapan aslinya, dengan diberi penjelasan harfiah di dalam kurung.
 
c.    Use a non idiomatic expression.
 
Gunakan ungkapan yang tidak idiomatik. 
Nah, sekarang tahu kan beberpa penjelasan mengenai prinsip penerjemahan yang diungkapkan oleh Duff diatas.  Semoga bermanfaat:
 
Duff, A. 1987. Translation. London: Oxford University Press.
 

Terima Kasih telah membaca The Principles of Translation - Prinsip Penerjemahan, semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu